BANGKALAN, Lingkarjatim.com – Tanggal 21 April ditetapkan sebagai Hari Kartini. Hal itu sebagai penghargaan dari negara kepada pahlawan nasional Raden Ajeng (RA) Kartini. Jika melihat perjuangan Kartini di masa lalu maka sangat pantas jika ia mendapat penghargaan semacam itu.
Kegigihan Kartini dalam memperjuangkan nasib perempuan di masa penjajahan perlu menjadi suri tauladan bagi penerusnya. Maka sudah seharusnya jika perempuan masa kini berpedoman pada perjuangan Kartini di masa lalu.
Perjuangan Kartini yang tidak menyerah pada keadaan dan terus memperjuangkan hak-hak perempuan menjadi inspirasi sendiri bagi Nurma Handayani, perempuan asal Kabupaten Tulungagung yang sudah 5 tahun mengabdikan dirinya di Kabupaten Bangkalan.
Nurma Handayani merupakan salah satu pegawai kontrak di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Syarifah Ambami Rato Ebuh (Syamrabu) Bangkalan. Ia bekerja di Rumah Sakit milik pemerintah itu sejak tahun 2014 silam.
Di hari Kartini ini alumni Akademi Kebidanan Universitas Tulungagung tersebut menceritakan bagaimana awalnya sehingga ia bisa bekerja di luar Kabupaten tempat ia lahir. Menurut Nurma awalnya ia sama sekali tidak mempunyai keinginan untuk bekerja di Bangkalan.
“Waktu itu setelah lulus kuliah saya main ke rumah tante saya yang ada di Bangkalan,” ujarnya, Minggu (21/4/2018).
Saat berada di rumah tantenya itu Nurma dimintai tolong oleh salah satu tetangga untuk memasangkan infus ke pasien yang terkena penyakit HIV. Kata Nurma waktu itu tidak ada petugas kesehatan yang mau memasangkan infus ke pasien tersebut.
“Mungkin takut tertular sehingga tidak ada yang mau,” imbuhnya.
Karena merasa terketuk hatinya akhirnya Nurma memasangkan infus ke pasien tersebut. Ia sama sekali tidak khawatir tentang kemungkinan tertular virus HIV yang mematikan. Yang ada dalam hatinya hanya ingin menolong orang sedang butuh pertolongan.
“Saya tulus menolong karena memang saya bisa melakukan itu,” kata putri pasangan (Alm) Markasan dan Futirahani itu.
Ketulusan tersebut membuat Nurma mendapat tawaran untuk bekerja di RSUD Syamrabu Bangkalan. Ia mendapat tawaran tersebut dari salah kerabat penderita HIV tersebut. Namun meski demikian ia tidak langsung menerima tawaran tersebut.
“Waktu itu niat saya cuma ingin main kerumah tante bukan untuk mencari kerja jadi tidak langsung saya terima,” jelasnya.
Setelah berpikir panjang dan mendapat ijin dari keluarganya Nurma akhirnya memutuskan untuk menerima tawaran tersebut. Meski tak punya pengalaman tinggal di Madura namun tak menyurutkan niatnya untuk mengabdikan diri di Bangkalan.
“Waktu itu saya berpikiran apa salahnya bekerja di Bangkalan. Mengabdi untuk masyarakat itu kan bisa dimana saja,” tuturnya.
Awal-awal bekerja di Bangkalan Nurma numpang tinggal di rumah tantenya. Tiap hari berangkat kerja ia naik angkutan umum dari rumah tantenya di daerah Kecamatan Socah ke RSUD Syamrabu.
“Waktu itu saya belum punya apa-apa jadi berangkat kerja naik angkutan,” kisahnya.
Baru setahun setelah kerja, Nurma memutuskan untuk tinggal sendiri menempati rumah peninggalan neneknya dulu. Meski terbiasa tinggal bersama keluarga Nurma mencoba bersabar tinggal sendiri di rumah yang sangat sederhana.
“Saya tidak mau merepotkan tante saya, jadi saya mencoba untuk mandiri tinggal sendiri,” ceritanya.
Ada rasa takut yang selalu menghantui Nurma karena tinggal sendiri. Tak jarang saat malam tiba ia mengaku sulit untuk memejamkan mata meski telah lelah karena seharian bekerja.
“Namanya juga perempuan tinggal sendirian di desa kan pasti takut,” lanjutnya.
Namun hal itu tidak menyurutkan niatnya untuk terus mengabdi melayani masyarakat di RSUD Syamrabu Bangkalan.
“Banyak tantangan yang harus saya lewati bekerja di RSUD Bangkalan ini,” katanya.
Selama bekerja di RSUD Syamrabu, Nurma mengaku mengalami banyak suka dan duka. Ia berkali-kali dipindah dari bagian satu ke bagian yang lainnya. Belum lagi ketika harus menghadapi keluarga pasien yang kadang susah diatur.
“Ya namanya juga pelayanan pasti ada saja masyarakat yang kurang bisa mengerti,” jelasnya.
Di hari Kartini ini Nurma mengajak kepada seluruh perempuan se Indonesia untuk tidak mudah menyerah pada keadaan dalam menjalani hidup.
“Sebagai perempuan kita harus kuat dan kalau bisa mandiri,” pungkasnya. (Atep/Lim)
Leave a Comment