
BANGKALAN, beritadata.id — Kasus kekerasan seksual terhadap anak kembali mengguncang Kabupaten Bangkalan. Seorang remaja perempuan berusia 14 tahun asal Desa Bragang, Kecamatan Klampis, menjadi korban tindakan bejat seorang pria dewasa berusia 22 tahun asal desa tetangga, Penyaksagan.

Peristiwa ini menjadi tamparan keras bagi semua pihak tentang betapa pentingnya kewaspadaan keluarga dan masyarakat dalam melindungi anak dari ancaman kekerasan seksual yang kian mengkhawatirkan.
Menurut keterangan kuasa hukum korban, Bahtiar Pradinata, pelaku tidak hanya melakukan kekerasan sekali, melainkan berulang kali dengan ancaman terhadap keselamatan korban dan keluarganya.
“Korban ketakutan karena diancam akan dibunuh bila menolak. Ia memilih diam demi melindungi keluarganya,” ujar Bahtiar saat dikonfirmasi, Selasa (21/10/2025).
Bahtiar menjelaskan, aksi bejat itu pertama kali terjadi di sebuah bangunan kosong di sekitar Puskesmas Klampis. Usai kejadian, korban menjadi murung dan menarik diri hingga akhirnya keluarga menyadari ada yang tidak beres. Setelah dibujuk dan didampingi, korban mengaku telah menjadi korban kekerasan seksual hingga 15 kali.
Keluarga korban kemudian melaporkan kasus ini ke Polres Bangkalan. Saat ini, pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Unit PPA.
“Benar, pelaku sudah diamankan. Korban mengalami rudapaksa berulang kali,” terang IPDA Agung Imtama, Kasi Humas Polres Bangkalan.
Pelaku dijerat Pasal 81 Ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Bahtiar juga menegaskan bahwa laporan ini murni berasal dari keluarga korban, bukan dari pihak luar. Ia mengapresiasi sikap Kepala Desa Bragang yang ikut mendorong agar kasus diproses secara hukum tanpa kompromi.
“Kepala desa justru mendukung proses hukum karena ini menyangkut masa depan seorang anak. Tidak ada niat untuk menutupi kasus,” tegasnya.
Menanggapi isu adanya rencana perdamaian, Bahtiar menyebut hal itu tidak berangkat dari itikad baik dan justru muncul setelah kasus dilaporkan ke polisi.
“Sempat ada ajakan damai, tapi baru setelah laporan masuk. Bahkan sebelumnya keluarga pelaku sempat menantang seolah tak akan disentuh hukum,” ujarnya.
Bahtiar berharap, masyarakat tidak terpengaruh isu-isu yang menyesatkan dan tetap menghormati proses hukum yang berjalan.
“Yang terpenting sekarang adalah menjaga kondisi psikologis korban agar tidak trauma berkelanjutan. Jangan sampai korban kembali terluka akibat opini publik yang salah,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa perlindungan terhadap anak bukan hanya tugas aparat penegak hukum, melainkan juga tanggung jawab bersama — orang tua, sekolah, pemerintah desa, dan masyarakat sekitar.
Setiap bentuk kekerasan seksual terhadap anak harus direspons dengan tegas, demi memastikan bahwa Bangkalan menjadi tempat yang aman bagi tumbuh kembang generasi muda. (Red)

Leave a Comment