
SUMENEP, beritadata.id – Aktivitas tambang galian C terus berlangsung tanpa kendali di sejumlah titik pedesaan di Kabupaten Sumenep. Tebing dan bukit terkikis, sungai tercemar, tanah retak akibat eksploitasi besar-besaran.

Alam yang seharusnya dijaga justru menjadi korban penghidupan. Ironisnya, kerusakan ini seakan dibiarkan begitu saja, tanpa ada tindakan tegas dari aparat hukum maupun pemerintah kabupaten.
Masyarakat yang tinggal di sekitar tambang menghadapi dilema. Di satu sisi, mereka tahu lingkungan tempat tinggalnya semakin rusak, tetapi di sisi lain tambang galian C menjadi satu-satunya sumber penghasilan yang bisa mereka andalkan.
Sebab, pemerintah daerah belum mampu menciptakan kesejahteraan, sehingga dengan terpaksa warga menggadaikan alamnya sendiri demi bertahan hidup.
Lubang-lubang menganga, bekas galian menjadi pemandangan yang kian biasa. Saat hujan turun, bencana alam jangan ditanya. Banjir dan longsor di Sumenep sudah menjadi agenda rutin tahunan macam festival budaya.
Namun, semua itu seolah tidak pernah dianggap sebagai masalah serius. Pemerintah Kabupaten memilih diam, seakan kerusakan lingkungan ini bukan tanggung jawab mereka.
Saat dikonfirmasi, Kepala DPMPTSP Sumenep Abd Rahman Riadi berdalih tidak memiliki kewenangan penuh. Pernyataan klasiknya seolah menjadi tameng untuk membiarkan aktivitas tambang tetap berjalan
“Izin galian C itu ranahnya Dinas SDA provinsi, jadi yang lebih pas menjawabnya, Kabag Perekonomian, pak Dadang sesuai kewenangannya dan linier dengan yang di Provinsi Jatim,” ujar dia melalui pesan singkat WhatsApp. Rabu 17 September 2025.
Sementara itu, Kabag Perekonomian Pemkab Sumenep Dadang Dedy Iskandar memilih bungkam saat dikonfirmasi mengenai Galian C.
Tak seperti biasanya yang garcep membalas pesan atau angkat telepon, kali ini ia sulit dihubungi dan enggan merespon. Bahkan saat didatangi ke Kantornya, staffnya bilang bapak baru saja keluar.
Kebisuan pemerintah kabupaten menambah luka bagi alamnya. Alih-alih hadir memberikan solusi, mereka justru membiarkan aktivitas tambang terus berlangsung.
Padahal, menurut sejumlah pemerhati lingkungan, pemerintah kabupaten tetap memiliki ruang untuk bertindak, misalnya melalui pengawasan ketat, rekomendasi pencabutan izin, hingga penindakan aktivitas ilegal. Namun, upaya itu tidak terlihat dilakukan secara serius.
“Dalih aturan hanyalah alasan klasik. Kalau ada niat politik, pemerintah daerah bisa memperjuangkan kepentingan rakyat,” tegas seorang aktivis lokal yang enggan disebut namanya. (*/zn)
Leave a Comment