BANGKALAN, beritadata.id – Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) dan program tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) yang dilucurkan selama ini telah membantu upaya pemerintah meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Bangkalan, Madura, khususnya di sekitar wilayah pesisir utara.
Hal ini dikemukakan General Manager (GM) Zona 11 Regional 4 Indonesia Timur Subholding Upstream Pertamina – Muhammad Arifin, dalam pertemuan dengan DPRD Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, di gedung parlemen, Kamis (16/9/2021).
Selain GM Hadir dalam pertemuan ini, antara lain Kepala Departemen Humas Perwakilan SKK Migas Jabanusa Indra Zulkarnain, SRVP HSSE Pertamina (Persero) Deddy Syam, Field Manager (FM) PHE WMO Sapto Agus Sudarmanto, Manager HSSE Zona 11 Andi Kurniawan dan Humas Zona 11 Achmad Setiadi.
“Selama ini kami sudah melaksanakan program CSR di Kecamatan Klampis, Kecamatan Sepulu, dan Kecamatan Tanjungbumi. Berangkat dari permasalahan yang ada di masyarakat dan hasil sosial mapping kami menggagas beberapa program pemberdayaan masyarakat. Intinya kami ingin keberadaan perusahaan harus bermanfaat dan memiliki multiplier effect bagi masyarakat sekitar. Kami memadukan kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan kegiatan pelestarian lingkungan,” kata Arifin.
Sementara itu, Kepala Departemen Humas SKK Migas Jabanusa Indra Zulkarnaen mengataan, di tahun 2021 ada 12 program yang telah dan akan dilaksanakan di tahun 2021. “Program pemberdayaan masyarakat dari KKKS harus berupa program/kegiatan yang bermanfaat untuk masyarakat terdampak dari sekitar daerah operasi KKKS, dan program/kegiatan PPM harus ada kesepakatan dengan Pemkab Bangkalan,” katanya.
Indra menyarankan agar aspirasi atau usulan PPM dari masyarakat bisa diusulkan melalui Musrenbang Pemkab Bangkalan.
Pada bagian lain, Arifin menambahkan, program PHE WMO di Desa Labuhan dimanfaatkan untuk wisata laut dan Taman Pendidikan Mangrove. “Kami mendukung salah satu dari 21 program prioritas Bupati Bangkalan, untuk menyelamatkan lingkungan menyusul hilangnya fungsi hutan mangrove dan tingginya tingkat abrasi di delapan kecamatan di Bangkalan,” lanjut Arifin.
Hasilnya bisa dirasakan saat ini. Ada peningkatan kerapatan mangrove seluas 4.300 hektare. Selain itu, kehadiran Taman Pendidikan Mangrove juga melindungi 40 spesies burung dan 29 jenis mangrove. Program ini juga memberdayakan 145 kepala keluarga mantan pekerja migran, tiga pelopor bank sampah, dan 1.500 penerima manfaat tidak langsung yakni kaum wanita yang terberdayakan.
“Sementara dampak ekonominya, peningkatan pendapatan kelompok, potensi multiplier effect, kontribusi pemerintahan desa, dan sumber daya masyarakat. Total nilai SROI (Social Return Of Invesment, Red) sekitar Rp 3 miliar hasil valuasi ekonomi hutan mangrove. SROI ini adalah penghitungan nominal aspek aspek manfaat yang diterima masyarakat, penghematan, biaya lingkungan setelah berjalannya program,” kata Arifin.
PHE WMO juga membuat wisata pasir putih di Tlangoh, di lokasi tempat penambangan pasir. Dengan adanya wisata itu, potensi penambangan pasir bisa ditekan. Program ini juga mengurangi volume timbunan sampah sekaligus membuat alam lebih lestari dengan penanaman dua ribu bibit cemara laut.
“Dari aspek sosial, 15 perantau mengelola wisata, 30 kelompok yang sebelumnya terkena PHK akibat pandemi akhirnya bisa diberdayakan, dan ada 46 anggota perempuan berpartisipasi dan ikut berdaya,” kata Arifin. Begitu pula dari aspek ekonomi, ada peningkatan pendapatan kelompok dan potensi multiplier effect.
Sementara di Desa Bandangdajah, PHE WMO mengatasi krisis air bersih dengan membuka Hippam air bagi tiga desa sekitar. “Sebelumnya warga harus menempuh jarak tiga kilometer untuk mengakses air bersih. Karena tidak lagi perlu berjalan kaki untuk mendapatkan air bersih waktu ibu-ibu untuk keluarga bisa lebih banyak. Mereka juga bisa mengurangi anggaran untuk membeli air bersih,” kata Arifin.
Dengan program ini, 6,6 juta kubik surplus air bisa dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, untuk satu hektare lahan tidur, dan 300 kilogram pemanfaatan limbah ternak untuk pupuk organik, dan ada pemanfaatan enam ton cocopeat untuk membantu penghematan air. “Sebanyak 15 anggota kelompok tani kami terberdayakan, sehingga ada peningkatan pendapatan,” tutup Arifin.
Wakil Ketua Komisi C DPRD Bangkalan, Suyitno berharap ada solusi bagi masyarakat nelayan terdampak. “Carikan langkah agar nelayan terdampak. Harus ada diskusi lanjutan untuk menemukan solusi di warung kopi,” katanya.
Komisi C mendukung keberadaan PHE WMO. “Asalkan masyarakat terdampak ini tidak dibikin resah, harus ada solusi dan komunikasi ke depan agar aspirasi yang dibawa dari masyarakat nelayan bisa terakomodir, misalkan bantuan kepada siapa, kalau ke yayasan ke yayasan yang mana. Harus ada komitmen agar ke depan lebih baik lagi,” kata Suyitno. (*)
Leave a Comment