SUMENEP, beritadata.id – Pengelolaan keuangan Kapal Tongkang Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep diduga tidak sehat.
Pasalnya, pihak pengelola tidak menyetor Pendapatan Asli Desa (PADes) ke Bumdes setempat.
Alhasil, kasus dugaan penggelapan uang dari hasil alat transportasi laut itu kini terus menggelinding di ranah hukum.
Awalnya, kasus itu sempat dilaporkan ke Inspektorat Sumenep oleh sejumlah aktivis, utamanya Lembaga Independen Pengawas Keuangan (LIPK) Sumenep.
Kapal yang dibuat pada 2017 lalu tersebut disinyalir tidak menyetorkan PADes, meski dikabarkan telah mendapatkan pemasukan cukup besar.
Ketua LIPK Sumenep, Syaifiddin mengungkapkan, kapal usaha pengangkutan itu berkapasitas 22 motor. Tarif angkutan Kapal Tongkang tersebut berkisar Rp 5 ribu per-motor.
Jasa penyeberangan ini melayani penumpang dari pukul 06.00 WIB pagi, hingga pukul 19.30 WIB malam. Bila dikalkulasikan, pendapatan per-harinya berkisar ± hingga Rp 7 juta.
“Angka ini cukup besar jika dihitung satu bulan atau bahkan satu tahun, tinggal dikalikan,” ungkap Syaifiddin, Kamis (18/2/21).
Syaifiddin juga menjelaskan, hingga saat ini, pelaporan kasus tersebut masih menggelinding di Polres Sumenep.
“Terkait pelaporan itu sudah berjalan, saksi-saksi, pengelola tongkang, ABK sudah dipanggil, termasuk Kades Gersik Putih,” jelasnya.
Saat ini, pihaknya masih terus menunggu hasil dari pemanggilan beberapa saksi yang telah berjalan di Mapolres setempat.
“Sekarang hanya menunggu proses saja yang dari Polres. Karena saya minta kasus ini harus tetap jalan hingga ke Pengadilan, akan tetap saya kawal,” tegasnya.
Disamping itu, Syaifiddin meminta, agar dalang dibalik kasus yang dikawalnya itu harus mempertanggungjawabkan secara hukum.
“Siapapun yang terlibat harus bertanggungjawab,” imbuhnya.
Dalam kajiannya, Syaifiddin mengaku, dari awal Kapal Tongkang tersebut telah dikelola pihak Kepala Desa (Kades) Gersik Putih, sebelum akhirnya diserahkan kepada BUMDes untuk diteruskan pengoperasiannya.
“Yang dikelola BUMDes sejak bulan Mei 2020 lalu hingga saat ini. Jadi yang kami soal adalah sejak di kelola Kades, keuangannya tidak jelas makanya kami pertanyakan, sehingga kami laporkan,” paparnya.
“Karena pelaporan ke desa tidak jelas, makanya itu yang kami ingin tindak lanjuti. Walaupun sekarang sudah juga dikelola BUMdes, belum juga ada transparansi yang jelas,” tambahnya.
Dia menerangkan, pihak BUMDes sempat menerangkan pada kepoIisian jika pendapatan asli desa telah memenuhi target. Padahal, Syaifiddin menuding jika hal itu tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
“Terutama terkait dengan keramaian penumpang, itu sangat meleset jauh dari kebenarannya,” ujarnya.
Diketahui, dalam sistem operasional angkutan Kapal Tongkang, Syaifiddin menerangkan, saat ini telah menggunakan sistem karcis atau tiket.
“Penggunaan sistem karcis itu diberlakukan setelah ada pelaporan ke kepolisian. Sebelum ada pelaporan ini, tongkang itu tidak menggunakan tiket, melaikan ditarik uang per-orang Rp 5 ribu,” tuturnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kasubbag Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti sat dikonfirmasi pewarta tentang perkara kasus tersebut telah sampai sejauh mana, dirinya mengaku belum bisa dikonfirmasi lebih lanjut.
“Saya masih Vidcon,” singkatnya, saat dihubungi melalui sambungan selularnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari pihak BUMDes maupun Kades Gersik Putih, tentang kasus yang menggelinding di ranah hukum tersebut.
Sebab, saat dikonfirmasi melalui sambungan selularnya, Kades Gersik Putih, Muhap, tidak aktif. (Zn)
Leave a Comment