BANGKALAN, beritadata.id – Beberapa waktu yang lalu Kabupaten Bangkalan mendapat sorotan dari Menteri Keuangan lantaran menjadi salah satu Kabupaten yang paling boros mengalokasikan APBD nya untuk belanja pegawai dibanding belanja modal.
Hal itu sebenarnya langsung ditanggapi oleh Bupati Bangkalan R Abdul Latif Amin Imron dengan menginstruksikan kepada Tim Anggaran (Timgar) Kabupaten Bangkalan yang dikomandoi oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bangkalan untuk melakukan evaluasi efisiensi postur anggaran.
Berdasarkan rilis yang dikeluarkan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Bangkalan pada Jumat (04/06/2021) menyebutkan hasil analisis dan evaluasi postur anggaran tahun 2021 yang dilaksanakan pada hari Jumat, 28 Mei 2021 oleh Timgar diketahui bahwa, postur belanja pegawai sebesar 41,24% sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bangkalan Nomor 14 Tahun 2020 tentang APBD Tahun 2021 merupakan pemenuhan ketentuan sebagaimana digariskan oleh Pemerintah Pusat (mandatory spending).
Pos belanja pegawai yang termasuk dalam mandatory spending antara lain, belanja gaji PNS, belanja gaji PPPK, tunjangan profesi guru, iuran wajib BPJS Kesehatan, belanja pegawai BOS, dan belanja pegawai BLUD. Sekalipun demikian, berdasarkan data pada Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri RI, komposisi anggaran belanja pegawai Pemerintah Kabupaten Bangkalan Tahun 2021 berada pada posisi ke-15 dari seluruh kabupaten/kota se Provinsi Jawa Timur.
Dalam rilis itu juga terdapat pernyataan bahwa kedepan Pemerintah Kabupaten Bangkalan tetap berkomitmen untuk melakukan efisiensi, antara lain, penentuan belanja pegawai non mandatory spending akan mengambil satuan harga terendah, evaluasi tupoksi OPD dalam rangka perampingan struktur organisasi serta percepatan fungsionalisasi Aparatur Sipil Negara (ASN), dan peningkatan belanja modal melalui peningkatan PAD dari berbagai sektor sumber daya potensial.
Menanggapi hal itu Anggota Komisi A DPRD Bangkalan Mohammad Hotib menilai apa yang akan dilakukan oleh Pemkab Bangkalan untuk mengefisiensi anggaran dalam rilis tersebut tidaklah konkrit. Jika memang Pemkab Bangkalan ingin serius melakukan efisiensi anggaran, maka harus disertai dengan langkah yang konkrit.
Ia menegaskan bahwa terkait efisiensi anggaran itu seringkali disinggung olehnya dalam setiap perencanaan pembahasan APBD, KUA-PPAS di masing-masing jenjang. Baik itu di KUA-PPAS murni, maupun di perubahan.
“Yang kami singgung sebetulnya pada persoalan efisiensi dan proporsi dari APBD sebagai mekanisme, sebagai instrument kebijakan. Jadi APBD ini kan fungsinya fungsi regulator yakni, fungsi untuk mengatur apakah APBD ini diarahkan kepada kesejahteraan masyarakat atau tidak, ini kan tergantung dari perencanaan di KUA-PPAS yang nanti selanjutnya akan ditelorkan atau di manifestokan dalam APBD,” ujarnya, Jumat (4/6/2021).
Dijelaskan Hotib, pihaknya sering menyinggung mengenai hal tersebut. Sebab berdasarkan PP No 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah, belanja operasi dan belanja modal atau belanja langsung dan tidak langsung Kabupaten Bangkalan terlalu besar untuk belanja operasinya atau pegawainya.
“Nah ketika belanja pegawai ini besar maka dari proporsi total APBD yang 2 Triliun lebih itu pada akhirnya juga menyita dan mengenyampingkan kebutuhan masyarakat atas pembangunan kebutuhan masyarakat, atas pemberdayaan masyarakat dan seterusnya,” imbuhnya.
Lantas bagaimana caranya agar belanja itu lebih besar di belanja modal? kata politisi PKB itu sebetulnya bisa. Kata dia salah satu penyebabnya kerena proporsi belanja pegawai di Bangkalan pada saat ini terlalu besar pembayaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) di lingkungan Pemkab Bangkalan.
“Jadi untuk TPP itu sebetulnya bisa diperkecil atau dipangkas mengingat kondisi fiskal di Bangkalan kondisinya adalah sedang bukan tinggi. Jadi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 20 tentang peta kapasitas fiskal daerah yang terbaru, Bangkalan itu kondisinya dalam posisi sedang. Sementara untuk Perbupnya tentang pembayaran TPP kepada pegawai di lingkungan Pemkab Bangkalan yang sekarang itu, yang digunakan Perbup yang ditandatangani tahun 2019,” jelas Hotib.
Hotib melanjutkan, sedangkan pada waktu tahun 2019 tersebut kondisi fiskal Bangkalan dalam keadaan tinggi. Seharusnya lanjut dia, sekarang Pemerintah Bangkalan mengikuti hasil klasifikasi PMK No 20 tersebut dengan menyesuaikan pembayaran TPP.
“Kalau kondisi fiskalnya sedang maka pembayarannya harus sedang, kalau fiskalnya tinggi maka pemerintah daerah bisa membayar TPPnya tinggi. Berdasarkan PP No 12 Tahun 2019 pemerintah daerah bisa membayarkan TTP pegawai pemerintah daerah dengan menyesuaikan terhadap kemampuan daerah,” paparnya.
Fiskal daerah itu kata Hotib, setiap tahun dikeluarkan oleh Menteri Keuangan. Seharusnya itu yang dijadikan patokan atau acuan oleh Pemerintah Bangkalan untuk pembayaran TTP kepada pegawai atau ASN di lingkungan Pemkab Bangkalan.
“Tentunya berdasarkan beban kerjanya, berdasarkan jabatannya, berdasarkan kesuliatan kerjanya dan seterusnya. Maka artinya begini, jika kondisi fiskal Bangkalan ini sedang, tapi Perbup tentang pembayaran TPP yang digunakan Pemerintah Bangkalan menggunakan fiskal 2019 yaitu tinggi,” cetusnya.
Dengan demikian jelas Hotib saat ini ada kelebihan pembayaran TPP, karena kondisi fiskal sedang tapi TPP malah dibayar tinggi. “Yang menjadi masalah kenapa Pemkab Bangkalan enggan melakukan pemangkasan nominal TPP tersebut,” tegasnya.
Memang lanjut Hotib, di tahun 2019 kondisi fiskal Kabupaten Bangkalan sempat tinggi. Akan tetapi pada bulan Januari 2020 kondisi fiskal Kabupaten Bangkalan sedang. Dengan demikian ujar dia, akhirnya proporsi belanja langsung Kabupaten Bangkalan tertekan dengan besaran belanja pegawai yang tidak proporsional atau melampaui batas proporsi atau batas seharusnya.
“Karena kalau mau dibilang ideal maka proporsinya itu paling tidak antara belanja langsung dan tidak langsung itu 60%-40%. Itu paling mentok. Kalau bisa antara70%-30%, yakni 70% untuk belanja langsung, 30% untuk belanja tidak langsung,” kata Hotib.
Berdasarkan SKB 3 Menteri sambung Hotib, pemerintah daerah diperintahkan untuk mengepras belanja pegawai sebanyak 50 persen. Hal itu atas dasar isu kemanusian yang mana dari itu akan dialakosikan pada pemulihan ekonomi, perbaikan infrastruktur yang berkaitan dengan pemulihan ekonomi atau peningkatan pendapatan masyarakat.
“Ini sebenarnya sudah kami sempaikan waktu itu di Banggar. Karena sesuai PMK No 20 IKFD Bangkalan 0,750 artinya sedang. Dengan IKFD yang begitu fiskal Bangkalan mendekati rendah, karena batas minimum masuk kategori sedang 0,747. Jadi dibawah angka itu masuk kondisi rendah. Artinya Bangkalan hanya terpaut 0,03 dan berada diujung tanduk. Dari semua kabupaten di Madura yang paling rendah IKFDnya, memang semua sedang tapi sedang yang mendekati ke kondisi rendah hanya Kabupaten Bangkalan,” tutupnya.
Sementara itu, Sekda Bangkalan Taufan Zairinsyah tidak merespon ketika ingin dimintai keterangan. Saat disambangi ke kantornya yang bersangkutan sedang tidak ditempat. Begitupun saat dihubungi via sambungan telepon sampai berita ini ditulis tidak ada respon. (Red)
Leave a Comment