BANGKALAN, beritadata.id – Penggunaan alat tangkap trawl dengan mengeruk dasar perairan dapat merusak habitat. Oleh karena itu, penggunaan alat tangkap trawl dilarang karena tidak ramah lingkungan.
Namun, akhir-akhir ini nelayan Kecamatan Kwanyar, Kabupaten Bangkalan dibuat geram oleh pencari ikan dari luar daerah. Pasalnya, tindakan pencari ikan dari luar daerah sering kali merusak jaring penangkap ikan ‘toros’.
Nelayan Kwanyar selalu menggunakan alat tangkap tradisional tersebut dalam menangkap ikan. Biasanya, jaring itu dipasang sejak siang dan diambil pada malam atau dini hari. Tergantung pasang surutnya air laut.
Akan tetapi, nelayan Kwanyar sering kali dipaksa menggigit jari lantaran jaring yang mereka pasang kerap rusak dan terhanyut ombak. Peristiwa ini sudah terjadi berulangkali, bahkan di tahun ini, sudah 4 kali kejadian.
Pada dasarnya, nelayan Kwanyar tidak mempermasalahkan nelayan manapun mencari ikan di wilayahnya. Asal tidak merusak alat tangkap jaring nelayan tradisional yang dipancang di bibir pantai menjorong ke tengah selat laut Madura.
“Kami kan tetap menggunakan alat tangkap tradisional seperti yang pemerintah anjurkan, agar tetap ramah lingkungan. Silahkan mencari ikan disini, asal jangan mengganggu dan merusak alat tangkap nelayan lokal,” kata salah satu nelayan Kwanyar, M. Taufan, Selasa (7/11/2023).
Bahkan akhir-akhir ini, nelayan Kwanyar mengeluhkan aksi para nelayan luar daerah. Seperti nelayan dari Pasuruan dan daerah lainnya.
Sebab, nelayan dari luar daerah tersebut kerap kali membawa jaring trawl. Padahal alat tangkap ikan tersebut dilarang pemerintah karena dapat merusak terumbu karang atau ekosistem laut.
Nelayan Kwanyar yang resah langsung bergegas melaporkannya kepada Polairud Polres Bangkalan.
Jarak tempuh yang jauh membuat polisi air dan udara ini lambat dalam melakukan penindakan. Sehingga para nelayan Kwanyar kompak menahan sementara perahu maupun alat tangkap milik nelayan luar daerah tersebut.
“Sampai polisi datang, kami menahannya sementara. Lalu kami serahkan semua kepada pihak yang berwenang,” ujar Taufan.
Aparat kepolisian diminta menidak tegas nelayan luar daerah yang menggunakan jaring trawl dan perusak jaring milik nelayan lokal.
“Nelayan luar daerah yang mencari ikan di sini dimensi perahunya harus sama dengan nelayan lokal. Jangan bawa perahu besar yang merusak jaring kami. Makanya kami minta petugas harus tegas atas pembatasan alat tangkap trawl ini,” tandasnya.
Kepala Desa Batah Timur Kecamatan Kwanyar Bangkalan Slamet, telah berusaha meredam amarah nelayan setempat. Bahkan meminta agar menyerahkan persoalan ini kepada aparat kepolisian.
“Tapi kekesalan mereka terus memuncak. Sehingga kami tidak bisa menahan emosinya. Kami hanya bisa memastikan bahwa alat tangkap itu ada di kawasan kami dan tidak digunakan lagi untuk menangkap ikan dikawasan ini,” jelasnya.
Menurut Slamet, keberadaan pos pantau di laut Kwanyar sangat dibutuhkan. Sebab, pihaknya khawatir jika peristiwa ini terus dibiarkan, akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan antar nelayan.
“Kami khawatir konflik horizontal seperti tahun 2004 terulang lagi,” pungkasnya.
Aparat kepolisian memang harus menindak tegas tindakan nelayan luar daerah yang membawa jaring penangkap ikan yang dilarang tersebut. Hal ini disampaikan anggota DPRD Bangkalan Mohammad Hotib.
Sebab, aturannya sudah jelas. Yakni, di Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) Dan Pukat Tarik (Seine Nets) Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia sesuai dengan amanah dalam ketentuan pasal 9 UU No. 45 Tahun 2009.
Oleh karena itu, Politisi PKB ini meminta agar pemerintah daerah menfasilitasi berdirinya pos pantau nelayan di wilayah Kecamatan Kwanyar Bangkalan.
“Agar bisa memantau dan menjaga keamanan aktivitas di laut. Sebab, mayoritas penduduk desa Batah Timur, Batah Barat, Kwanyar Barat, Pesanggrahan dan tebul berprofesi sebagai nelayan,” ucapnya.
Tidak hanya itu, Hotib juga mendesak Dinas Perikanan Kebupaten Bangkalan untuk bersikap proaktif, terutama dalam menjembatani pengaduan dan keluhan nelayan Kwanyar ke Dinas Perikanan Provinsi Jawa Timur.
“Mengingat kewenangan laut berada di provinsi, bukan malah menutup diri dan melempar tanggungjawab ke aparat kepolisian saja. Guna mewujudkan kebangkitan Bangkalan secara komprehensif, semua stakeholder harus bekerjasama,” tutupnya. (*)
Leave a Comment