
BANGKALAN, beritadata.id – Penanganan kasus dugaan korupsi kerja sama antara PT Tondu Majang dan PD Sumberdaya Bangkalan kian disorot. Kejaksaan Negeri Bangkalan dituding hanya berani menjerat pelaksana teknis, sementara aktor utama yang diduga berada di balik kerugian negara hingga Rp15 miliar justru tidak tersentuh hukum.

Bahtiar Pradinata, mantan kuasa hukum BUMD Bangkalan sekaligus pelapor kasus, menilai langkah kejaksaan tidak serius. Empat orang memang sudah ditetapkan sebagai tersangka, namun menurutnya, itu bukanlah pihak yang sesungguhnya berperan dalam merancang dan mengarahkan skema kerja sama bermasalah tersebut.
“Yang dijadikan tersangka ini hanya orang-orang kecil, padahal otak utama kasus ini belum tersentuh. Direktur PT Tondu Majang misalnya, dia hanya menjalankan perintah. Tanpa rekomendasi dari pemegang saham tertinggi, kerja sama dan pencairan tidak mungkin dilakukan,” tegas Bahtiar, Rabu (27/8/2025).
Bahtiar juga menyoroti isu terbaru bahwa IF, salah satu figur yang disebut-sebut memiliki peran penting, sudah pernah dipanggil untuk diperiksa. Namun hingga kini, status hukumnya masih aman meski menurutnya sudah jelas terdapat mens rea atau niat jahat dalam tindakannya.
“IF sudah dipanggil diperiksa, tapi sampai sekarang belum ditetapkan tersangka, padahal di situ sudah ada mens reanya. Ini jelas menimbulkan tanda tanya besar. Kenapa orang yang jelas-jelas terlibat justru tidak disentuh?” ujarnya.
Lebih jauh, Bahtiar menyinggung keterlibatan pemegang saham utama PT Tondu Majang yang saat itu juga menjabat sebagai Bupati Bangkalan. Menurutnya, tanpa restu kepala daerah, nota kesepahaman (MoU) dan pencairan dana kerja sama tidak mungkin terealisasi.
“Jangan sampai orang yang hanya menjalankan perintah dijadikan tersangka, sementara yang memerintahkan dibiarkan. Itu namanya tebang pilih,” kritiknya.
Ia juga menilai sejak awal kerja sama sudah penuh kejanggalan. PT Tondu Majang yang baru berdiri pada 2020 langsung mengajukan kerja sama dengan PD Sumberdaya. Hal itu, menurut Bahtiar, jelas menyalahi aturan, apalagi ketika nama bupati muncul sebagai pemegang saham terbesar perusahaan tersebut.
“Baru berdiri langsung ajukan kerja sama besar. Itu sudah menyalahi aturan. Apalagi ada nama Abdul Latif sebagai pemegang saham dominan, yang saat itu juga menjabat bupati. Penyidik mestinya serius menelusuri hal ini,” ujarnya.
Bahtiar menegaskan, jika aparat penegak hukum hanya menyasar orang-orang lemah dan melindungi pihak kuat, publik akan kehilangan kepercayaan terhadap institusi kejaksaan.
“Hukum tidak boleh pilih kasih. Kalau hanya yang kecil dijadikan tumbal, sementara yang punya kuasa dilindungi, kepercayaan masyarakat hancur. Rp15 miliar itu bukan angka kecil—bisa untuk banyak program pembangunan di Bangkalan,” katanya.
Ia mendesak Kejaksaan Negeri Bangkalan untuk segera menuntaskan kasus ini dengan serius, bukan setengah hati.
“Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas. Ini harus jadi pembelajaran untuk pemimpin agar tidak lagi membuat kebijakan sembrono yang merugikan rakyat,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Kejari Bangkalan, Noer Adi, menepis tudingan adanya tebang pilih. Ia memastikan semua pihak yang terbukti melakukan penyimpangan akan diproses, termasuk bila melibatkan tokoh berpengaruh.
“Tidak ada istilah tebang pilih. Sepanjang memang ada penyimpangan yang sudah tidak bisa ditolerir, semua akan diproses,” tegas Noer Adi. (Red)
Leave a Comment