SUMENEP, Lingkarjatim.com – Mahfud MD bersama rombongan tiba di Aula Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Guluk-Guluk Sumenep, Madura, Jawa Timur dengan disambut hadrah Ya Lal Wathan, Senin (4/2/2019).
Kehadiran Mahfud MD ke Annquayah dalam rangka mengisi acara Sarasehan Kebangsaan dengan tema “Mengembangkan Budaya Toleran ala Masyarakat Madura”.
Kegiatan Sarasehan tersebut terlaksana atas kerjasama Gerakan Suluh Kebangsaan dan INSTIKA-IST Annuqayah Guluk-guluk Sumenep. Kegiatan ini dtempatkan di Aula Pertemuan INSTIKA Guluk-Guluk Sumenep.
Selain Mahfud MD, tokoh nasional yang hadir adalah Penyair Celurit Emas, D. Zawawi Imron; Dr. KH. A. Malik Madani, MA serta Prof. Dr. KH. Abd. A’la, M.Ag., mantan rektor UIN Sunan Ampel Surabaya sekaligus salah satu pengasuh PP. Annuqayah.
Dalam sambutannya, Mahfud MD mengatakan kegiatan tersebut bukan kegiatan politik praktis. Menurutnya, kegiatan tersebut merupakan gerakan high politic (politik tingkat tinggi).
Menurut Mahfud, Gerakan Suluh Kebangsaan merupakan gerakan yang dipicu oleh kekhawatiran terhadap semakin terkoyaknya toleransi di Indonesia akhir-akhir ini, khususnya dalam peristiwa 2 kali pilpres yang telah mengkotak-kotakkan masyarakat.
Mahfud menyebut Madura layaknya Aceh. Jika Aceh dikatakan sebagai serambi Mekah, maka Madura adalah halamannya. Artinya masyarakat Madura dan Masyarakat Aceh sama-sama memiliki ketaatan yang sama dan kuat dalam beragama.
“Untuk itulah, Sarasehan Kebangsaan ini diharapkan dapat menggali nilai-nilai toleransi dari masyarakat Madura,” Jelas mantan Ketua MK tersebut.
Lebih jauh Mahfud MD menjelaskan, kegiatan tersebut bukan karena sangat khawatir dengan kondisi bangsa. Tetapi, fenomena itu muncul terutama apabila ada pemilu agak besar yang mempertentangkan agama dan juga antara pemeluk internal agama.
“Misalnya Islam yang golongan kampret, Islam golongan cebong, saling ejek. Ada juga membenturkan etnis satu asing satu pribumi, yang membenturkan antar agama satu Islam satu kafir,” Katanya.
Namun, di Indonesia masih kondusif karena sebenarnya Indonesia terjadi toleransi tapi akseptasi penerimaan secara nyata terhadap perbedaan itu.
“Karena ada gejala itu maka topik suluh Madura itu memilih toleransi ala Madura karena Madura adalah laboratorium yang cocok untuk toleransi, Karena disini Islamnya sangat ketat memegang tradisi ajaran keagamaan, tunduk pada kiai ala kesantrian,” Tambahnya.
“Toleransi tinggi, semua agama ada, Hindu, Buda, Konghuju, bahkn Katolik semuanya aman merasa aman. Tadi ada pendeta dari Bangkalan mengatakan kalau Indonesia ingin aman, ingin hidup rukun dan damai bekerjasama tirunlah toleransi beragama seperti cara orang madura beragama, yang tetap istiqomah tetapi tidak mengganggu keyakinan orang lain tidak saling menggangu,” Tukasnya. (Lam/Lim)
Leave a Comment