SUMENEP, beritadata.id – Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) oleh pemerintah menuai pro-kontra di masyarakat. Bagaimana tidak, penerapan kebijakan tersebut dinilai begitu merugikan banyak pihak.
Imbasnya, tak hanya ruang gerak setiap individu yang dibatasi. Aktivitas jual beli usaha kecil terseret dalam pusaran penutupan.
Warung-warung, pedagang kaki lima yang jualannya sore sampai malam harus tunduk patuh menghentikan jam operasionalnya dimalam hari. Sesuai batas waktu yang ditentukan pemerintah daerah (Pemda) setempat.
Dibalik penerapan kebijakan yang terstruktur itu, tak sedikit masyarakat yang mengeluh. Alih-alih menekan penularan virus. Pemberlakuan kebijakan PPKM justru mencekik laju perekonomian masyarakat.
Salah seorang pelaku usaha kedai kopi di Sumenep Faisal Amir (32) mengatakan, sebelum menerapkan PPKM, seharusnya Pemda mengajak para pelaku usaha untuk berdiskusi terlebih dahulu.
Yaitu, mencarikan solusi kemaslahatan hidup para pelaku usaha yang harus rela menurunkan sumber pendapatannya. Khususnya mereka yang jualannya buka di sore hari hingga malam.
“Ramainya pembeli dimalam hari. Kalau jualan kami ditutup jam 20:00 malam, kami mau dapat penghasilan dari mana.”
“Harusnya pemerintah mimikirkan nasib para pelaku usaha kecil-kecilan seperti kami, kami bukan PNS yang punya gaji dan tunjangan.”
“Kalo soal PPKM nya sih tidak masalah, yang jadi masalah itu tagihan Bank dan cicilan kredit, tagihan hutang tak kenal PPKM,” ujar Amir.
Selain itu lanjut Amir, dalam melaksanakan tugasnya, tim aparat PPKM di Sumenep kurang humanis. Dimana, pihak aparat cenderung menekan dan memaksa tanpa memberikan solusi konkrit.
“SE PPKM yang sebelumnya itu jam operasional sampai pukul 21:00, tiba-tiba berubah harus tutup jam 20:00 tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Kami sebagai pelaku usaha jelas kaget karena dadakan saat operasi waktu itu.”
“Kami berharap PPKM ini tidak diperpanjang lagi, karena kalo diperpanjang yang mau bayarin cicilan kami siapa,” imbuhnya.
Senada dengan Amir, seorang pedagang hewan Qurban Thoriq (50) mengatakan, dampak penerapan PPKM menurutnya begitu terasa. Dimana, penurunan omset penjualan cukup drastis.
Pria asal Kampung Arab Sumenep itu mengaku, pihaknya sudah terlanjur membeli Kambing dalam jumlah lumayan banyak untuk dijual kembali. Namun, akibat PPKM hampir tak ada pembeli yang datang menawar dagangannya tersebut.
“Gatau mas, jadi pusing ini,” keluhnya.
Sementara itu wakil sekretaris Satgas Covid-19 Kabupaten Sumenep Abd Rahman Riadi mengatakan, pihaknya tidak menafikan jika penerapan PPKM bak pisau bermata dua, disatu sisi bertujuan menekan penyebaran virus, namun disisi lain juga menghambat aktivitas perekonomian masyarakat.
Kata dia, pemerintah sudah memikirkan hal itu. Dimana, baik masyarakat maupun pelaku usaha yang terdampak Covid-19 dan terdampak penerapan PPKM akan dilakukan pendataan.
“Dinas Sosial sekarang akan mendata terhadap mereka yang terdampak dari penerapan kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten, melalui Imendagri maupun surat keputusan Bupati dalam bentuk bantuan sosial.”
“Jadi, kita tidak hanya melakukan sosialisasi tentang penerapan Prokes dan PPKM, tetapi juga tentang kebutuhan primer, dalam hal ini adalah tugasnya Dinas Sosial,” urainya, Senin (12/7/21).
Menurut pria yang juga menjabat Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumenep itu, bantuan sosial tersebut ada dua macam. Yaitu berupa uang tunai yang ditransfer langsung melalui rekening penerima dan bantuan sembako untuk masyarakat terdampak.
“Tapi untuk pelaku usaha mereka tidak butuh sembako, tetapi butuh kegiatan wirausaha. Jadi untuk itu kita nunggu bantuan stimulan dari pemerintah pusat.”
“Seperti penguatan ekonomi nasional (PEN) melalui Dinas Koperasi yang akan menyasar para pelaku-pelaku usaha, jadi kita juga sama-sama menunggu regulasinya,” pungkas Rahman. (Zn)
Leave a Comment