BANGKALAN, beritadata.id – Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor keturunan (genetik) dari kedua orang tuanya, sehingga masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya.
Padahal seperti yang diketahui, genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (sosial, ekonomi, budaya, politik) dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, stunting merupakan masalah yang sebenarnya bisa dicegah.
Di Kabupaten Bangkalan ada 3153 anak penderita stunting. Data tersebut dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bangkalan. Namun pemerintah Bangkalan akan mendata ulang jumlah tersebut sehingga bisa mencari solusi untuk melakukan pencegahan.
Salah satu fokus pemerintah Kabupaten Bangkalan saat ini adalah pencegahan stunting. Upaya ini bertujuan agar anak-anak Bangkalan dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, sosial dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global.
“Tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih,” kata Bupati Bangkalan R. Abdul Latif Amin Imron saat menghadiri acara rembuk Stunting di Gedung PKPRI, Rabu (23/10/2019).
Menurut dia, masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam.
Kata Ra Latif istilah ”Isi Piringku” dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari.
“Dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik nabati maupun hewani) dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat,” ujarnya.
Selain itu, stunting juga dipengaruhi oleh aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang kurang baik dalam praktek pemberian makan pada bayi dan balita.
Salah satu cara pencegahan stunting adalah dimulai dari edukasi tentang kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal keluarga.
Sehingga kata Ra Latif, para calon ibu memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin, serta memeriksakan kandungan empat kali selama kehamilan.
“Pada saat bersalin diusahakan di fasilitas kesehatan, lakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan berupayalah agar bayi mendapat colostrum air susu ibu (ASI). Berikan hanya ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan,” paparnya.
Setelah itu lanjut dia, ASI boleh dilanjutkan sampai usia 2 tahun, namun berikan juga makanan pendamping ASI. Jangan lupa pantau tumbuh kembangnya dengan membawa buah hati ke Posyandu setiap bulan.
“Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah berikanlah hak anak mendapatkan kekebalan dari penyakit berbahaya melalui imunisasi yang telah dijamin ketersediaan dan keamanannya oleh pemerintah. Masyarakat bisa memanfaatkannya dengan tanpa biaya di Posyandu atau Puskesmas,” tandasnya.
”Pola asuh dan status gizi sangat dipengaruhi oleh pemahaman orang tua (seorang ibu) dalam mengatur kesehatan dan gizi di keluarganya. Karena itu, edukasi diperlukan agar dapat mengubah perilaku yang bisa mengarahkan pada peningkatan kesehatan gizi atau ibu dan anaknya. Karena cegah stunting itu penting”, tutupnya. (Atep)
Leave a Comment