SUMENEP, beritadata.id – Kegiatan pembangunan daerah dari berbagai sektor malah cenderung mengesampingkan dampak kerusakan wilayah pesisir.
Pembiaran sumber-sumber pencemar yang berasal dari aktivitas pengusahaan tambak, apalagi yang belum mengantongi izin, adalah contoh kebijakan daerah yang tidak mempunyai orientasi pelestarian wilayah pesisir.
Seperti yang terjadi di sejumlah wilayah pesisir Kabupaten Sumenep. Khususnya di Desa Lombang, sebuah lokasi yang menjadi icon destinasi wisata Sumenep. Kini pantainya tercemar dan berbau tidak sedap.
Ironisnya lagi, kebijakan pemerintah daerah (Pemda) belum mampu mengeliminasi faktor-faktor penyebab kerusakan, seolah-olah limbah yang dihasilkan oleh aktivitas perikanan budidaya semisal tambak udang itu adalah hal wajar.
Padahal, dalam aktivitas budidaya ikan, dalam hal ini tambak udang, Dinas Perikanan (Diskan) Sumenep memiliki peranan penting dalam memberikan pembinaan, pemberdayaan serta bagaimana mengelola tambak dengan baik dan benar.
Sehingga, keberadaannya tidak mencemari lingkungan dan merusak alam. Sesuai keputusan kementerian kelautan dan perikanan Nomor: KEP. 28/MEN/2004 tentang pedoman budidaya udang di tambak.
Ketua forum komunikasi mahasiswa Sumenep (FKMS) Sutrisno menduga, dalam penegakan hukum yang berkaitan dengan kasus-kasus ilegal sudah pasti ada bekingan oknum tertentu.
Sehingga kata dia, hal tersebut menjadi salah satu faktor tidak berjalannya tindakan penertiban secara efektif.
Sebagai imbalan, lanjut Sutrisno, petambak atau investor yang bersangkutan akan memberikan segepuk uang ke oknum tertentu tersebut. Yang bertujuan agar aktivitasnya berjalan lancar dan terlindungi.
“Memang tidak ada bukti, karena tidak ada perjanjian hitam diatas putih, tapi kalau dipikir secara logis hal seperti itu sangat rasional,” ujarnya.
Ia berharap, aparat penegak hukum dan penegak peraturan daerah (Perda) dapat lebih tegas dalam melakukan penindakan.
Tidak hanya kepada para pelaku lapangan, namun juga kepada para investor yang mem-back up secara finansial.
“Termasuk juga kepada para oknum tertentu yang terlibat di dalamnya,” pinta Sutrisno, Kamis (4/2/21).
Mantan presiden mahasiswa (Presma) Universitas Wiraraja (Unija) itu menyebutkan, perusahaan tambak udang yang beroperasi di sempadan pantai dan dampak lingkungannya paling parah ada di lima Kecamatan.
Yakni Kecamatan Bluto, Gapura, Batang-Batang, Dungkek dan Batuputih.
Kata dia, disejumlah lokasi yang disebutkan tadi, meski ada beberapa perusahaan yang sudah mengantongi izin, tetapi tetap ditemukan banyak pelanggaran.
“Kami tahu kondisi dilapangan, kami turun langsung, makanya saat bukti-bukti pelanggaran itu disampaikan ke organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, mereka semua tidak bisa menjawab,” bebernya.
Disisi lain, kepala bidang budidaya perikanan Diskan Sumenep Sri, justru memilih bungkam saat dikonfirmasi.
Pihaknya beralasan, ada hal yang jauh lebih penting daripada mengurusi pengelolaan tambak udang yang merusak lingkungan.
“Maaf tidak bisa, masih banyak urusan yang lebih mendesak,” tukas Sri saat dihubungi melalui saluran telepon. (Zn)
Leave a Comment