Data Utama Hukum & Kriminal Madura Pemerintahan Sumenep

Dewan Sebut Pemkab Grusa-grusu dalam Pembebasan Lahan Pasar Batuan

Ketua Komisi II DPRD Sumenep H Subaidi saat diwawancara

SUMENEP, beritadata.id – Kasus sengketa tanah yang akan dibangun Pasar Tradisional di Kecamatan Batuan, Kabupaten Sumenep menjadi sorotan berbagai pihak.

Sejumlah pengamat hukum menilai, seharusnya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep lebih berhati-hati dalam melakukan pembebasan lahan.

Terlebih lagi, dana yang digelontorkan tidak sedikit, yakni mencapai Rp 8,941 miliar, dan ditambah pembangunan pagar pasar habiskan Rp 600 juta. Hngga kini, lahan tersebut masih mangkrak tak terurus.

Ketua DPP Youth Movment Institute Moh Ridhwan mengatakan, dana pembelian lahan dan bangunan pagar itu bukan nominal yang sedikit, jika ditotal, semuanya lebih Rp 9 miliar.

“Tapi sampai sekarang anggaran itu tidak berfungsi apa-apa, tidak memberi manfaat pada rakyat akibat kelalaian pemerintah dalam pembelian tanah,” katanya, Rabu (24/2/21).

Ketua Komisi II DPRD Sumenep H Moh Subaidi menilai, Pemkab Sumenep telah melakukan kesalahan dalam proses pembelian tanah untuk bangunan pasar tradisional di Kecamatan Batuan.

Kata dia, pembelian tanah sendiri dinilai terlalu grusa-grusu, artinya belum melalui tahapan yang seharusnya dilakukan oleh eksekutif, seperti mengecek status tanah.

“Kami sangat menyayangkan pemerintah daerah. Kenapa, kalau memang semuanya belum jelas kok langsung dikeluarkan anggarannya. Walaupun DPRD yang menyetujui tapi saat proses pembelian kan tetap ada di pemerintah daerah,” paparnya.

Ketika problem itu muncul kepermukaan lanjut H Subaidi, pihaknya mengaku kaget saat me-mediasi kedua belah pihak yang bersengketa. Dimana, keduanya sama-sama memiliki akta jual beli (AJB) tanah.

“Keduanya sama-sama memiliki bukti yang kuat dalam kepemilikan tanah, sedangkan Pemda, hanya berdasarkan AJB lalu kemudian mengeluarkan anggaran tanpa tahu kalau ada AJB lain,” urainya.

“AJB ada dua hanya nomornya yang berbeda. Ini aneh tapi nyata. Saya cermati hanya nomornya yang berbeda. Contoh yang satu nomor 10 yang satunya nomor 11. Sama sama pegang AJB,” imbuhnya.

Dikonfirmasi terpisah, Kuasa Hukum R Soehartono, Kamarullah menyatakan, sejak awal tanah tersebut memang sudah bersengketa. Meski begitu, pihak pemerintah melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumenep tetap ngotot untuk membeli lahan.

“Kesalahannya adalah kenapa Pemda itu membeli tanah yang sudah bersengketa. Membelinya pun kepada pihak yang kalah dalam sengketa itu,” papar Kama.

Menurut Kama, Pemkab Sumenep sebenarnya sudah mengetahui persoalan sengketa tanah tersebut. Sebab, lahan seluas 1,6 hektare itu sering dipakai untuk kegiatan pembibitan.

“Lahan itu sering dipakai untuk menanam bibit program antara Pemda dengan legislatif. Nyewanya kepada R. Soehartono. Sekarang ada transaksi pembelian, kok bisa Pemda salah kamar beli tanah. Harusnya duduk bareng, bukan malah bermain sepihak kayak gitu,” sesal Kama.

Kama juga menyayangkan tindakan pemerintah melalui dinas terkait yang dinilai merugikan R Soehartono sebagai pemilik lahan yang sah di mata hukum.

“Iya gimana ya, agak semacam negatif thinking lah pandangan saya pada Pemkab. Makanya, kami terus lanjutkan persoalan ini,” pungkasnya. (Zn)

Leave a Comment