Oleh: Agus*
OPINI – Biar dibilang kekinian nyoba bahas tentang Santri. Tepat hari ini, tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional. Mereka yang merasa dirinya Santri sudah pasti ikut merayakan hari spesialnya ini. Mulai dari berbondong-bondong mengganti profil picture di media sosial, sampai ikutan kirab dan pawai. Ini membuktikan bahwa keberadaan Santri sudah bukan minoritas lagi.
Seorang Santri sudah tidak lagi malu-malu kucing menunjukkan identitasnya. Jaman sekarang eksistensi Santri sudah tidak diragukan lagi. Sampai-sampai mengalahkan kedikjayaan para mahasiswa yang sampai detik ini belum ada hari mahasiswa nasional.
Siapa sih sebenarnya Santri ini, sampai ada hari spesialnya?
Menurut Wikipedia Santri adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan Ilmu Agama Islam di suatu tempat yang dinamakan Pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai.
Betulkah sesedarhana itu?
Perjalanan hidup seseorang hingga bisa disebut Santri tidak semudah atau se-simple seperti yang dikatakan Wikipedia. Dimulai dari orang tua si calon Santri yang memutuskan anaknya untuk dipesantrenkan. Tidak mudah bagi seorang anak yang masih kecil berpisah dengan orang tuanya demi bisa mendapat gelar Santri.
Umumnya mereka masih berumur belia dan masih senang-senangnya bermain. Tiba-tiba direnggut begitu saja kebahagiannya dan dijebloskan secara paksa ke Pesantren. Gak nyesek gimana coba. Malah tak jarang saat hari pengantaran si Santri cilik ke pesantren dipenuhi dengan derai air mata yang 5 hari 5 malam belum tentu surut tuh air mata. Ini baru ujian pertama dari si Santri.
Selanjutnya, si Santri akan mengalami kepedihan hidup yang bertubi-tubi. Jika biasanya dirumah semuanya serba ada, di pesentren ia harus berjuang sendiri tanpa ada yang membantu. Yang biasa tidur di kasur berbusa, di pesentren ia harus tidur beralas ala kadarnya.
Belum lagi kalau dirumah biasa makan dengan menu lengkap pakai piring, sendok dan garpu, di pesantren ia tak jarang makan hanya dengan nasi dicampur mie goreng instan, dikuahi, beralaskan daun pisang, itupun makannya barengan sambil rebutan. Siapa cepat dia kenyang. Setelah itu kalau dirumah minumnya dengan air miniral kemasan, di pesantren ia harus minum dengan air kran yang jauh dari kata higienis.
Tak cukup sampai disitu, seabrek peraturan yang ada di pesantren jelas akan membuat Santri merasa tertekan. Bagaimana tidak, Santri yang coba-coba melanggar paraturan tidak akan segan-segan untuk dihukum. Sekecil apapun pelanggarannya hukuman tetap dijalankan. Tidak akan pernah ada dispensasi apalagi negosiasi. Yang jelas disiplin harus tetap nomer satu.
Oleh karena itu, sepertinya sangat pantas sekali jika keberadaan Santri di negara tercinta ini harus di apresiasi setinggi-tingginya. Karena hanya orang-orang terpilih yang bisa disebut sebagai Santri Sejati dengan pengalaman hidup yang tiada duanya.
Terakhir jangan mengaku Santri jika belum merasakan pengalaman menakjubkan seperti diatas.
Hidup Santri..
Selamat Hari Santri Nasional…
*Santri Pondok Pesantren Miftahul Qulub, Polagan, Galis, Pamekasan
Leave a Comment