Data Utama Opini

Mengokohkan Ketahanan Keluarga, Butuh Peran Negara

Ilustrasi

Oleh: Nurul Huzaimah*

OPINI, beritadata.id – Malang nian nasib Covid. Setelah ramai dikabarkan menjadi penyebab berbagai konflik sosial, resesi ekonomi, berkurangnya trust public ke pemerintah dan lain sebagainya saat ini Covid jugalah yang dituding sebagai penyebab maraknya perceraian. Pasca viral sebuah video antrean perceraian yang mengular di Pengadilan Agama Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Video ini beredar di akun instagram @bandung.update. Sebagaimana diberitakan kompas.com (24/8/2020), pihak Pengadilan Agama (PA) Soreang membenarkan hal tersebut. Rata-rata setiap hari memang penuh.

Antrean tersebut terjadi lantaran jumlah ruang sidang yang terbatas. Sementara para pengaju gugatan cerai terbilang cukup tinggi. Dalam satu hari, PA Soreang melayani lebih dari 150 gugatan cerai. Sementara antrean bisa sampai 500 orang.

Beberapa pihak lantas menilai bahwa permasalahan ini muncul karena pandemi, sehingga menyebabkan munculnya tekanan kepada para ibu. Anak-anak sekolah di rumah, suami bekerja dari rumah, bahkan ada suami yang akhirnya di-PHK sehingga mengharuskan para ibu berpikir keras mengelola keuangan, hingga ada kaum ibu yang terpaksa bekerja.

Menghakimi Pandemi, Sudah Tepatkah?
Menilik data perceraian yang terjadi, ternyata tren perceraian sudah terus mengalami peningkatan jauh sebelum pandemi ini melanda. Berdasarkan grafik data pada Pengadilan Agama, pada Tahun 2015 terjadi perceraian sebanyak 394.246 kasus, Tahun 2016 terjadi perceraian sebanyak 403.070 kasus, Tahun 2017 terjadi perceraian sebanyak 415.848 kasus dan Tahun 2018 terjadi perceraian sebanyak 419.268 kasus dengan rincian sebanyak 307.778 kasus gugat cerai dan sisanya sebanyak 111.490 kasus talak.

Jawa Timur, sebagai peraih ranking nomor satu kasus perceraian kita ambil contoh data pada Pengadilan Agama Kabupaten Sumenep, angka perceraian pada tahun 2019 sebanyak 1.654 kasus, sedangkan pada tahun 2020 per bulan Agustus 2020 saja sudah mencapai sebanyak 1.102 kasus perceraian. Kemudian Kabupaten Bangkalan, dari Januari 2020 sampai dengan Mei 2020 terjadi perceraian sebanyak 584 kasus dengan rincian gugat cerai sebanyak 371 kasus dan talak sebanyak 260 kasus. Menarik juga untuk kita simak factor penyebabnya yaitu : faktor ekonomi sebanyak 198 kasus, faktor tidak bertanggung jawab (ditinggal) sebanyak 69 kasus, judi sebanyak 2 kasus, KDRT sebanyak 11 kasus, kawin paksa sebanyak 3 kasus, poligami sebanyak 2 kasus dan perselisihan terus menerus sebanyak 381 kasus.

Pandemi, memang berdampak pada ketidakharmonisan rumah tangga dan kadang kala juga berujung pada perceraian, akan tetapi sesungguhnya masalah ini sudah marak sebelumnya. Bahkan cenderung mengalami peningkatan dari waktu ke waktu.

Ambruk Karena Kapitalisme

Dalam sistem kehidupan yang kapitalistik, produksi adalah ukuran bagi kemakmuran. Sehingga ukuran kemakmuran negara adalah Produk Domestik Bruto (PDB/GDP). Maka produksi digenjot terus dan agar produksi terserap maka promosi digencarkan.

Keluarga modern dijejali iklan produk setiap detik. Penguasa pun memfasilitasi dengan kemudahan kredit-ribawi. Masyarakat dibiasakan bergaya hidup konsumtif. Dan merangsang kerakusan manusia terhadap materi. Manusia dibuat selalu kurang, sehingga waktu habis untuk mengejar dunia nan fana. Sayangnya, dunia seperti bayangan. Makin dikejar, makin berlari.

Kapitalisme jugalah yang menyebabkan kekayaan alam negeri ini, yang gemah ripah loh jinawi, hanya dikuasai segelintir orang. Sehingga, kemiskinan mayoritas masyarakat pun terjadi. Sistem kehidupan kapitalistik, juga menumbuhsuburkan sistem liberalisme sekuler, yang menyebabkan kehidupan sosial yang bebas tanpa batas. Akhirnya memunculkan perselingkuhan dan lain sebagainya. Pada akhirnya, rumah tangga tidak harmonis, bahkan berujung KDRT.

Demokrasi sekuler juga turut andil dengan berbagai produk yang mendorong perempuan ramai-ramai terjun bekerja ke sektor publik. Perempuan difasilitasi dengan aneka kemudahan mendapat kredit usaha, kemudahan akses bekerja sehingga perempuan bisa bersaing bebas dan bercampur baur dengan laki-laki di tempat-tempat umum. In juga menyebabkan pergeseran nilai dan struktur sosial yang berlaku di masyarakat. Laki-laki yang semula sebagai pemimpin, pelindung dan pencari nafkah utama dalam keluarga bertukar peran dan posisi hanya sebagai pengasuh anak atau tukang beres-beres di rumah.

Membangun Keluarga yang Kokoh, Butuh Perhatian Serius Negara

Pernikahan sebagai fitrah manusia yang terkait erat dengan naluri untuk melestarikan keturunan. Pada dasarnya pernikahan atau kehidupan pernikahan adalah memberi ketenangan, sehingga terjadi persahabatan yang penuh kebahagiaan dan ketenangan antara pasangan suami dan istri. Rumah tangga yang ideal, sakinah mawaddah wa rahmah, penuh dengan ketenangan dan kasih sayang di antara anggota keluarga merupakan dambaan setiap insan. Walaupun demikian pada faktanya kadang kala keinginan ini sulit terwujud. Bahkan yang terjadi adalah rumah tangga yang berantakan, penuh dengan kebencian.

Dan meskipun perceraian itu boleh, namun tak boleh menjadi gaya hidup di tengah masyarakat. Kawin-cerai-kawin-cerai enteng sekali dilakukan hanya karena alasan sepele. Negara harus menaruh perhatian serius jika perceraian menjadi tren di masyarakat. Negara harus menyelidiki penyebab tingginya perceraian. Jika masalah utamanya kesulitan ekonomi, negara harus bekerja keras untuk menyejahterakan rakyatnya. Jika perceraian disebabkan KDRT dan perselingkuhan, maka negara harus mendidik suami istri agar taat syariat. Suami bersikap makruf pada istrinya. Istri taat pada suaminya, selama tidak melanggar aturan Allah Swt.

Orang tua berbuat makruf pada anak-anaknya. Laki-laki dan perempuan juga diwajibkan menutup aurat, menjaga pandangan dan pergaulan. Sehingga tidak ada celah untuk perselingkuhan dan zina.

Selanjutnya keluarga muslim, termasuk para ibu, harus kembali berfungsi sebagai benteng umat yang kukuh, yang siap melahirkan generasi terbaik dan individu-individu yang bertakwa, dengan visi hidup yang jelas sebagai hamba Allah yang mengemban misi kekhalifahan di muka bumi.

*Penulis adalah aktivis dan pemerhati persoalan sosial masyarakat

Leave a Comment