Oleh: Dwi Indah Lestari, S.TP*
OPINI, beritadata.id – Musibah kekeringan kembali melanda kabupaten-kabupaten di pulau Madura. Seperti tahun-tahun sebelumnya, setiap memasuki musim kemarau beberapa wilayah di Madura selalu mengalami kekurangan air. Namun sepertinya bencana tahunan tersebut belum juga mampu diatasi hingga saat ini. Lantas siapakah yang mampu mengatasinya?
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bangkalan, Riza Morris menyebutkan, daerah atau desa di Bangkalan yang mengalami kekeringan mengalami penambahan pada tahun 2020 ini. Sebanyak 85 desa yang tersebar di 13 kecamatan diprediksi rawan kekeringan (lingkarjatim.com, 15 Agustus 2020).
Sementara itu menurut BPBD Kabupaten Sampang bencana kekeringan di Sampang meluas hingga ke 20 desa. Total 87 desa yang mengalami kekeringan kritis tersebar di Kabupaten Sampang (madura.tribunnews.com, 20 Agustus 2020).
Pemkab Pamekasan mulai melakukan pendataan pada desa yang diperkirakan mengalami kekeringan. Melalui Ketua BPBD Kabupaten Pamekasan, Akmalul Firdaus mengatakan diperkirakan ada 11 kecamatan yang terdampak bencana ini (madura.tribunnews.com, 20 Agustus 2020).
Kepala BPBD Kabupaten Sumenep, Abd Rahman Riadi mengkonfirmasi sedikitnya 38 desa akan terdampak kekeringan pada musim kemarau tahun ini. Menurutnya, 38 desa tersebut tersebar di kecamatan ujung barat Kabupaten Sumenep, yakni Kecamatan Pasongsongan. Ada beberapa kriteria kekeringan yang diprediksi akan melanda sebagian daerah di Kota Keris ini. Mulai dari kering terbatas, kering langka hingga kering kritis (jatimtimes.com, 16 Juli 2020).
Upaya Pemerintah Daerah Mengatasi Bencana Kekeringan
Pemerintah Daerah telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi bencana ini. Diantaranya adalah:
Pertama, menyiapkan anggaran untuk mengatasi masalah kekeringan ini. Seperti yang dilakukan oleh Pemkab Bangkalan yang telah menyiapkan anggaran 150 juta setiap tahunnya untuk penanganan bencana kekeringan di daerahnya, meski 67 juta diantaranya harus dialihkan untuk penanganan covid-19 pada tahun ini.
Kedua, menambah jumlah pasokan air bersih ke wilayah yang terdampak kekeringan. Ini juga yang dilakukan oleh BPBD Sampang. Suplai air yang semula hanya 3 tangki setiap desa menjadi 6 tangki per desa.
Ketiga, menyiapkan regulasi siaga darurat bencana kekeringan dan tanggap darurat kekeringan. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pendistribusian air ke daerah yang sudah ditetapkan masuk kategori terdampak kekeringan, juga untuk bisa menggandeng perusahaan air minum di daerah untuk membantu.
Berbagai upaya yang telah dilakukan tersebut diharapkan mampu menyelesaikan persoalan kekeringan. Namun bisa dilihat hal ini baru menyentuh pada upaya kuratif bencana, belum pada pencegahannya, agar tidak berlangsung di masa berikutnya.
Menggali Akar Masalah Kekeringan
Sebenarnya bumi ini diciptakan lengkap dengan seluruh kekayaan alam yang tersedia untuk manusia hidup di atasnya. Termasuk dengan sumber daya air yang berlimpah yang mampu mencukupi kebutuhan hidup manusia, mulai dari sungai, danau, laut, mata air dan sebagainya. Alam juga sudah ada mekanisme daur yang memastikan ketersediaan air akan selalu ada.
Hanya saja, aktivitas berlebihan yang dilakukan oleh manusia seringkali telah merusak kelestarian sumber daya air yang ada, juga mengacaukan siklus yang sebenarnya akan menjamin kelestarian SDA tersebut. Beberapa hal yang turut menyumbang kerusakan ini adalah:
Pertama, alih fungsi hutan menjadi perumahan, lahan pertanian dan perkebunan serta hal yang lain. Padahal hutan merupakan tempat dimana cadangan air disimpan di dalamnya, berupa sungai, danau serta sumber-sumber mata air. Hutan juga menjadi wilayah resapan air yang akan menyimpan curahan air hujan menjadi sumber mata air yang dibutuhkan manusia.
Namun sayangnya kini hutan sudah banyak beralih fungsi. Pohon-pohonya ditebang tanpa ada upaya serius reboisasi. Penebangan dan pembakaran hutan juga turut berkontribusi pada pemanasan global, yang menjadikan iklim menjadi kacau. Pergantian musim tak lagi seperti biasanya. Hingga seringkali dijumpai kondisi kemarau yang semakin panjang dan musim penghujan yang pendek. Ini juga berperan menyebabkan darurat air dan kekeringan.
Kedua, adalah adanya eksploitasi sumber daya air oleh Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Liberalisasi pada sumber daya air, telah menyebabkan sumber-sumber air bersih dikuasai oleh segelintir orang saja. Padahal air merupakan benda yang termasuk menguasai hajat hidup orang banyak. Akibat dari eksploitasi ini, warga di sekitarnya memiliki akses terbatas atau bahkan tak dapat menjangkaunya.
Ketiga, pencemaran air. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga sumber daya air semakin menyebabkan kondisi darurat air terus berlangsung. Hal ini terlihat bagaimana masyarakat yang masih melakukan pembuangan sampah di sungai dan di sembarang tempat. Pencemaran air ini akhirnya memperburuk kualitas air bahkan membuat ketersediaanya semakin berkurang.
Keempat, pembangunan dan penutupan tanah untuk jalan dengan aspal. Kondisi ini menyebabkan air hujan yang seharusnya bisa diserap oleh tanah sehingga bisa disimpan sebagai cadangan air, mengalir begitu saja terbuang langsung ke sungai.
Faktor-faktor tersebut diantaranya yang turut berkontribusi menyebabkan bencana kekeringan yang melanda beberapa daerah. Kondisi ini membutuhkan tindakan untuk mengatasinya. Sebab dengan ketiadaan air, masyarakat bisa jadi akan menggunakan air apa saja yang ada, padahal itu buruk bagi kesehatan. Disamping itu juga sektor-sektor yang membutuhkan ketersediaan air seperti pertanian, akan ikut terhenti. Akibatnya bisa menyebabkan rawan pangan di daerah tersebut.
Butuh Keseriusan Negara
Penuntasan persoalan kekeringan yang melanda setiap tahunnya, tentu membutuhkan keseriusan dari negara untuk mewujudkannya. Jelas sekali, disamping tindakan kuratif negara dalam menyelesaikan persoalan kekeringan, butuh diambil langkah-langkah preventif juga. Dengan demikian kebutuhan rakyat akan air bisa dipenuhi, termasuk sektor-sektor terkait seperti pertanian dapat terus berlangsung. Lebih dari itu, kelestarian air di negeri ini akan bisa terus terjaga.
Tentu saja dukungan masyarakat sangat dibutuhkan untuk bisa mensukseskan langkah-langkah tersebut. Misalnya dalam upaya menjaga fungsi hutan, masyarakat dapat digerakkan dalam program-program penghijauan kembali hutan serta menjaganya dari tangan-tangan yang ingin merusaknya.
Negara juga perlu menetapkan regulasi yang memberikan penjagaan terhadap hutan dari berbagai upaya pemanfaatan yang berlebihan baik oleh individu maupun kelompok sekaligus sanksi yang berat bagi yang melanggarnya. Para pembalak liar wajib ditindak. Termasuk melarang korporasi melakukan pembakaran hutan untuk areal perkebunan maupun untuk kepentingan yang lain secara besar-besaran. Sebab hutan beserta ekosistem di dalamnya memang wajib dijaga untuk kelangsungan hidup manusia.
Selebihnya regulasi negara juga meliputi eksploitasi sumber-sumber air oleh perusahaan AMDK. Seharusnya seluruh sumber daya air dikuasai oleh negara untuk dikelola yang kemudian hasilnya dapat dimanfaatkan langsung oleh masyarakat. Sehingga saat rakyat membutuhkan seperti saat musim kemarau, tidak perlu dibelit dengan berbagai ijin kepada perusahaan yang mengelolanya.
Berikutnya adalah pemberian edukasi dari negara kepada masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan dan turut menjaga kelestariaan lingkungan. Kesadaran masyarakat ini penting agar sumber daya air yang ada tetap terjaga baik kualitas maupun kuantitasnya, untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat.
Pemerintah harus pula melakukan perencanaan yang baik dalam berbagai proyek pembangunan seperti penutupan tanah untuk jalan. Pemerintah wajib memperhatikan dampak lingkungan dan memikirkan wilayah mana yang tepat untuk hal tersebut. Sehingga pembangunan yang dilakukan tidak memberikan dampak kerusakan terhadap sumber daya alam yang ada termasuk air.
Negara adalah pengayom dan pengatur urusan rakyatnya. Semua langkah-langkah penuntasan tersebut, baik preventif maupun kuratif, akan bisa dijalankan manakala negara memang betul-betul menjadikan kemaslahatan rakyat sebagai hal penting yang harus diurusi. Sehingga kebijakan-kebijkan yang dikeluarkan oleh negara semestinya bebas dari intervensi pihak manapun, baik korporasi maupun lembaga tertentu. Dengan begitu terbukti bahwa negara memang benar-benar berpihak kepada rakyat. Wallahu’alam bisshowab
*Data Singkat Penulis:
Penulis bernama lengkap Dwi Indah Lestari, S.TP. Saat ini, penulis berdomisili di Bangkalan Madura. Lahir di Bojonegoro, 22 Mei 1980, penulis memiliki ketertarikan dalam mengamati persoalan-persoalan publik di masyarakat. Alumni Institut Pertanian Bogor ini juga adalah owner dari Rumah Kreasi Michan_Craft. Bersama dengan beberapa penulis lain, pernah menerbitkan buku antologi bersama “Mutiara Istimewa” yang mengulas tentang anak-anak yang terlahir dengan kebutuhan khusus. Karya lain adalah buku antologi berjudul “Untuk Permata Hati” yang terbit Juli 2020. Selain itu juga penulis pernah aktif menjadi kontributor Majalah Remaja D’Rise dan kini aktif sebagai Mentor Kajian Komunitas Ibu Hebat. Penulis dapat dihubungi melalui email hananharis0607@gmail.com.
Leave a Comment