OPINI, Lingkarjatim.com – Pemilu 2019 yang akan dilaksanakan besok 17 April ini mengisahkan beragam cerita. Salah satunya cerita menarik perhatian publik demi meraih kemenangan pada pesta demokrasi lima tahunan tersebut. Tak heran jika jalan-jalan pun kini dihiasi oleh berbagai bendera dan spanduk partai politik. Namun di sisi lain, kelompok lain yang mengatasnamakan diri sebagai golongan putih (golput) pun mulai menunjukkan eksistensinya mengajak masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu kali ini.
Golput muncul di Indonesia sejak pemilu 1971 atas gagasan Arief Budiman dan rekan-rekannya yang saat itu memboikot pemilu karena kekecewaan terhadap pemerintahan Soeharto yang dianggap tidak demokratis dengan membatasi jumlah partai politik. Sebagai bentuk kekecewaannya, Arief Budiman dan rekan-rekannya saat itu menyatakan untuk tidak memilih. Adapun disebut golongan putih karena mereka pada umumnya tetap melakukan pencoblosan, hanya saja yang dicoblos adalah bagian pada kertas berwarna putih sehingga suaranya tetap tidak sah.
Seiring majunya demokrasi di Indonesia, angka golput terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Golput yang pada mulanya adalah gerakan protes yang berdiri sendiri di kalangan masyarakat yang kritis, kini telah menjelma menyatu ke dalam berbagai gerakan yang bertujuan memperbaiki dan mencari alternatif dalam rangka penyempurnaan sistem politik Indonesia yang berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi universal.
Secara umum, masyarakat memilih golput dikarenakan beberapa faktor, yakni faktor psikologis (kekecewaan pada elit politik), faktor administratif, dan faktor liberalisasi politik. Diantara ketiga faktor tersebut, faktor psikologis lah yang baling banyak ditemui dilapangan.
Mayoritas masyarakat berpendapat hampir semua elit politik tidak bisa menyalurkan aspirasi masyarakat. Mereka hanya disibukkan dengan proyek-proyek untuk memperoleh keuntungan demi mengembalikan modal saat kampanye. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya elit politik yang terjerat hukum akibat kasus korupsi. Hal ini semakin membuat simpatisan golput menampakkan dirinya, bahkan tidak segan-segan mengajak masyarakat untuk memboikot pemilu karena pemilu merupakan alat “tangan-tangan kotor” untuk menjarah masyarakat. Simpatisan golput menilai dengan melakukan golput, maka turut berpartisipasi mewujudkan Indonesia yang lebih baik.
Di era demokrasi, semua orang memang diberi kebebasan untuk bersuara, kebebasan untuk memilih dalam pemilu tanpa ada paksaan dari pihak manapun, termasuk memilih untuk tidak memilih (golput). Namun, apakah golput merupakan jalan keluar permasalahan yang menimpa bangsa kita?? Apakah masalah demokrasi harus diselesaikan dengan golput?
Penulis berargumen, untuk menyelesaikan masalah politik dan demokrasi di negeri kita ini tidak harus dilakukan dengan golput karena perlu diingat pemilu bisa terlaksana akibat uang rakyat yang diambil dari APBD/APBN untuk pengadaan kotak suara, kartu pemilih, bayar petugas KPPS, Bawaslu dan lain-lain. Oleh karena itu, dana yang sudah banyak dikeluarkan ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh setiap warga negara dengan cara berpartisipasi dalam pemilu. Selain itu, dengan melakukan golput artinya masyarakat Indonesia tidak mengharigai perjuangan demokrasi di nusantara. Hal ini dikarenakan dulu masyarakat memprotes pilpres hanya dilakukan oleh DPR sebagai wakil rakyat dengan alasan tidak demokratis dan menuntut bisa menyalurkan hak suaranya sebagai warga negara.
Golput juga tidak akan bisa membuat perpolitikan Indonesia menjadi lebih baik, pasalnya sebanyak apapun masyarakat yang golput tidak akan mempengaruhi jalannya pemerintahan. Masyarakat harus sadar bahwa golput bisa juga menjadi ancaman karena sekuat apapun golput pemerintahan akan tetap berjalan bahkan walaupun hanya ada 1 orang di Indonesia ini yang mencoblos.
Nasib bangsa dan negara ini sangat tergantung kepada anggota legislatif dan Presiden, dan Presiden terpilih sangat tergantung kepada rakyat sebagai individu yang akan menentukan siapa yang akan memimpin kedepan. Oleh karena itu jika rakyat ingin memperoleh pemimpin terbaik, maka rakyat harus menggunakan hak pilih agar kedaulatan yang dimiliki tidak sia-sia. Golput hanyalah pilihan bagi masyarakat apatis yang tidak memiliki sikap, pilihan bagi masyarakat yang ragu akan perubahan.
Stop Golput. Mari gunakan hak pilih kita dalam pemilu guna demi perbaikan bangsa dan negara.
*Anggota Panitia Penyelenggara Kecamatan (PPK) Socah, Bangkalan
Leave a Comment